Protected by Copyscape Unique Content Check

Selasa, 29 Juni 2010

(Bukan) Noda Fair Play

By : Keenan Timotius

“Kalau di akhir babak kedua kita kebobolan, langsung ubah formasi jadi 4-5-1. Lalu serang wasit & hajar!!!” Mas Jimmy berteriak penuh semangat. Semangat yang membuatnya tidak sadar kalau pintu kamar ganti sedikit terbuka dan aku sedang melintas di sana.

Tugasku sebagai pemungut bola sore itu membuatku bisa lalu-lalang dengan bebas di lorong kamar ganti pemain, apalagi saat itu pertandingan babak kedua baru akan dimulai. Aku kaget! Untung saja kesadaranku cepat kembali. Aku pun kembali berjalan seperti biasa sambil melihat sekeliling. Berharap tidak ada yang menyadari sikapku barusan.

***

Eko masuk ke toilet dan langsung menepukku. “Oi! Lama banget sih! Papa udah nungguin tuh dari tadi..”

“Iya, iya bentar!” jawabku seadanya. Cepat-cepat kubasuh tubuhku, ganti baju, merapikan barang-barang ke dalam tas, lalu lari menuju mobil paman yang sedang parkir. Selama di perjalanan aku diam saja. Sikapku ini rupanya memancing rasa ingin tahu si Eko, sahabat kecilku yang hiperaktif itu.

“Kenapa sih bro? diam amat dari tadi sang ball boy kita yang satu ini.” katanya. “Bukan karena lo kalah taruhan ama gua kan?? Ya udah, nih gua kembaliin DVD game-nya, biar lo senang.” sambungnya lagi. Tapi mulutku tak bergerak. Mataku pun lebih suka melihat ke arah yang lain. Sibuk memikirkan semua yang telah kudengar tadi.

Sampai di rumah paman, aku singgah di kamar Eko dan aku rasa ini saat yang tepat untuk memberitahunya.

“APA??! Lo ga salah dengar kan bro? Gileee!! Kalo semua yang lo ceritain itu benar dan bisa dibuktikan, ini bakalan jadi berita besar!!” Aku hanya duduk diam sambil menunduk. Disatu sisi, aku tahu instruksi itu sangat hina dan parahnya hanya aku satu-satunya saksi yang netral pada saat itu. Orang lain yang berada di sana adalah staf tim mereka. Di sisi lain, aku tidak menyangka tim kesayanganku ternyata bisa merencanakan “strategi banci” seperti itu. Sekarang aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Apakah ada yang akan percaya dengan cerita bocah umur 14 tahun?

“Tenang bro! Gua tahu harus ngapain. Gua akan bawa lo jumpain orang yang tepat sepulang sekolah besok.” sambar si Eko dengan senyum khasnya. Ha! Ternyata aku tidak salah pilih sahabat. Apapun rencananya mudah-mudahan berjalan dengan lancar..

***

“Kenalin! Ini Bang Andri. Dirigen suporter tim kota kita.” Aku pun berkenalan dengannya. Orangnya kurus tinggi, rapi, dan tampan. Beda jauh dari tipikal pentolan suporter tim yang aku lihat selama ini.

Setelah berbasa-basi sebentar, Bang Andri pun memintaku bercerita. Dengan perlahan aku menceritakan semua ikhwal kejadiannya dengan jelas. Namun di akhir ceritaku, aku melihat ekspresi bang Andri biasa-biasa saja.

“Hmm.. Sebenarnya saya dan teman-teman sudah sering mencium isu seperti ini. Tapi baru sekarang ada bukti nyata hadir di depan kami. Kau cukup berani muncul dengan cerita seperti itu. Resikonya sangat besar loh, kau mengerti kan?” katanya.

“Iya bang, saya ngerti. Awalnya juga saya takut. Tapi setelah saya pikir lagi, harus ada yang membongkarnya. Biar sepakbola kita bersih. Enak ditonton.” jawabku. Bang Andri dan Eko hanya tersenyum. “Saya akan undang teman-teman pimpinan suporter yang lain untuk mendiskusikan masalah ini dan doakan saja kita dapat solusi yang terbaik.” tutupnya.

2 minggu kemudian, aku bersaksi di depan beberapa pentolan suporter dari berbagai tim. Ada yang mencibir, ada yang ragu-ragu, ada juga yang dengan mantap langsung mendukung pernyataanku. Satu hal yang sangat jelas waktu itu adalah perwakilan suporter dari tim Mas Jimmy tidak kelihatan sampai akhir pertemuan.

Minggu berikutnya Eko datang tergesa-gesa ke rumahku. Di ketiaknya terselip sebuah tabloid. Dari sampulnya aku langsung tahu kalau itu tabloid olahraga.

“Bro! Bang Andri sama teman-temannya udah melayangkan surat protes resmi ke Asosiasi Sepakbola Nasional kita! Nih, baca sendiri aja…” katanya sambil tersengal-sengal.

Aku langsung membuka halaman yang ditunjuk Eko, membaca headline dan ulasannya: KASUS STRATEGI FIKTIF - ORGANISASI SUPORTER se-NUSANTARA LAYANGKAN SURAT PROTES. Beberapa poin yang penting yakni:
1. Organisasi suporter se-Nusantara meminta pembentukan tim penyidik gabungan. Beranggotakan wakil dari Asosiasi Sepakbola Nasional, pengamat sepakbola, praktisi hukum, dan perwakilan suporter.
2. Organisasi suporter se-Jawa mendesak agar Mas Jimmy sebagai tersangka diskorsing sementara dari tugasnya sebagai pelatih.
“Lama-lama gua ngerasa udah kayak di DPR sekarang. Pake penyidik gabungan segala. Bentar lagi ada Pansus baru nih kayaknya.” cerocos Eko. Aku nyaris tidak memperhatikan ucapannya. Perasaanku campur aduk.

***

Sidang sore itu baru saja selesai. Aku bingung menamainya apa. Orang-orang sih menyebutnya pemeriksaan atau wawancara, tapi aku merasa suasananya seperti sidang di pengadilan. Pokoknya aku merasa sangat lega begitu keluar dari ruang pengap itu.

“Minum dulu bro, biar lo seger. Ga keringatan kayak gini.” kata Eko sambil menyodorkan sebotol Aqua. Sehabis minum, Mama datang memelukku.

“Mereka nanya apa aja nak? Mereka ga maksa kamu kan? Kamu bisa jawab semua pertanyaannya kan?” tanya Mama bertubi-tubi membuat aku kewalahan menjawab. “Ga apa-apa koq Ma. Aku bisa jawab semua pertanyaannya. Mama tenang aja. Aku baik-baik aja koq.” kataku meyakinkan Mama yang masih ragu melihatku. Aku hanya berharap mudah-mudahan tadi tidak ada bagian yang kelupaan atau salah ngomong.

Selama beberapa minggu, kasus tersebut masih ramai menghiasi koran maupun tabloid olahraga. Komentator pertandingan live di TV sesekali menyelipkan obrolan seputar kasus itu atau bahkan menyindir secara terang-terangan. Bang Andri juga masih rutin mengabariku tentang penyelidikan mereka, termasuk soal Mas Jimmy yang telah diskorsing sementara.

Berita besar berikutnya muncul esok siangnya. Hari itu sedang libur. Eko meneleponku dan memintaku datang ke rumah Bang Andri segera. Aku tiba-tiba gelisah, tidak berani membayangkan apa yang sedang terjadi di sana.
Ketika sampai di rumah Bang Andri, ku lihat sudah banyak orang berkumpul di sana. Dari atribut yang mereka kenakan, aku tahu bahwa mereka adalah perwakilan dari organisasi suporter tim yang berbeda-beda. Eko melihatku datang dan langsung membawaku ke ruang tengah. Di sana ada Bang Andri dan beberapa pentolan suporter lainnya yang sedang berbincang-bincang.

“Ah, kau sudah datang dek.” sapanya sambil tersenyum. Aku tidak sabar lagi, “Ada apa bang?? Sepertinya ada kejadian penting.” Bang Andri lalu menyodorkan sebuah surat berlogo Asosiasi Sepakbola Nasional dan sebuah map berisi kesimpulan akhir penyelidikan.

Aku langsung membaca keduanya bergantian. Keningku berkerut. Sebelum selesai membaca kesimpulan akhir itu, map beserta suratnya sudah kucampakkan ke lantai.

“Ini ga mungkin!” teriakku. Aku benar-benar tidak percaya. Mungkinkah ini bisa terjadi??

“Ini mungkin dek. Bahkan sangat mungkin. Kita sama-sama tahu bahwa tim Mas Jimmy berhasil menahan seri tim tuan rumah waktu itu. Tuan rumah juga tidak mencetak gol di akhir babak kedua. Jadi ‘strategi’ Mas Jimmy yang takut kalau wasit berat sebelah tidak sempat dijalankan. Dengan begitu tidak ada bukti nyata bahwa mereka berencana untuk berbuat curang.”

Aku lemas. Tidak ada bukti rekaman suara. Orang lain yang juga mendengar pernyataan Mas Jimmy itu adalah bagian dari timnya, jadi mereka tidak akan buka mulut. Kesaksianku tidak cukup kuat. Tidak ada apa-apa lagi. Semuanya sudah gagal.

“Maaf dek. Kita semua punya cita-cita yang sama. Ingin menonton pertandingan bola yang bermutu tanpa campur tangan disana-sini. Tapi memang usaha kita kali ini masih mentok. Mungkin lain kali kita lebih beruntung.” kata bang Andri.

***

Sore itu aku pulang ke rumah Eko. Ketika baru sampai, kami melihat berita di TV tentang hasil akhir penyelidikan kasus “Strategi Fiktif” itu. Mas Jimmy bebas dari skorsingnya. Dia tampil di TV dengan senyum kemenangan. Tim asuhannya pun bebas dari ancaman denda dan pengurangan poin di klasemen Liga Nasional.

“Setidaknya lo udah berbuat yang benar Bro. Gua bangga punya sahabat kayak lo.” kata Eko tiba-tiba sambil merangkul pundakku. Tanpa sadar aku pun tersenyum. Ya! Aku sudah berbuat yang benar! Walau hasilnya belum sesuai dengan yang kuharapkan.

Mungkin suatu saat nanti akan ada kesempatan kedua. Membongkar segala konspirasi dan kejelekan dalam sepakbola. Biar penduduk negeri ini bisa kembali menikmati pertandingan bola yang berkualitas dan bersih. Biar Tuhan berkenan kembali mencabut hukuman-Nya. Hukuman yang membuat negeri ini tak pernah bisa berprestasi lagi.

***




disadur dari:

@fiksimini RT @Nathan_Arieezz: Pelatih beri instruksi, "Kalau di akhir babak kedua kita kebobolan, langsung ubah formasi jadi 4-5-1. Lalu serang wasit & hajar!!!"
oleh: Drivo Jansen / @drivojansen


Baru memejamkan mata empat jam. Matahari, cepat sekali kau datang. Sebegitu rindunya kah kau padaku?

Ya, aku tahu. Lama kita tak bermain bersama!

Indah sekali pagi ini, bukan? Bersisakan rintik hujan semalam, matahari pun enggan keluar. Awan kelabu, angin dingin merasuk kalbu!

Tapi pemandangan yang lebih indah lagi adalah ketika orang masih lelap beralaskan kasur. Aku harus mengalahkan rasa malas sambil berangsur.

'Kantong mata, tolong jadi anak baik hari ini' kataku pada diri sendiri.

Dan seketika aroma kopi susu di meja seperti sedang berusaha memanggilku. 'Ayo cepat nikmati aku!' godanya.

Aku pun tergoda. Kuseruput kopi susu itu. Nikmat memang dia. Rasa pahitnya menyadarkanku, sementara rasa manisnya memberi semangat baru.

Kupasang alat pemutar musik. Kubiarkan Simphoni 18 gubahan Chopin menemaniku pagi ini. Alunan piano klasik mampu membawa rohku melayang.

'Ini baru surga dunia' pikirku. Hanya aku, aku, dan aku. Menyelami kesendirian, merenungi hidup, membiarkan ruang pikiran dipenuhi semesta!

Tapi ternyata nikmatnya pagi itu terusik oleh sesuatu.

Mataku terbelalak melihat tajuk berita koran pagi: 'Jumat Terbunuh Mengenaskan!'.

'Jumat ditemukan terbunuh pagi ini di kediamannya di Perumahan Kalender. Penyebab dan pelaku pembunuhan belum diketahui'. Aku tersentak kaget.

Kulihat gambar sesosok mayat di dalam koran ibukota itu. Darah dimana-mana. Jejak tusukan berkali-kali di sekitar dada. Berantakan dan mengerikan!

Kalau melihat dari gambar, sepertinya pelaku lebih dari satu orang. Terlihat jelas kalau Jumat seperti habis dikeroyok.

Sejuta pertanyaan tiba-tiba muncul!

Siapa yang tega melakukan ini? Apa motif dibalik pembunuhan ini? Bagaimana dia dibunuh?

Hari berganti hari. Ini sudah memasuki bulan kedua. Dan kasus pembunuhan Jumat masih tetap menjadi misteri. Titik terang belum juga tampak.

Aku cukup terpukul dengan kejadian ini. Ya, walaupun hubungan kami tidak intens. Tapi aku kenal sosok Jumat. Dia sangat menyenangkan.

Tiba-tiba muncul kabar singkat di TV. Kabar tentang kasus pembunuhan Jumat.

Pembunuh Jumat sudah ditangkap oleh pihak berwajib. Dugaanku tepat. Pelakunya lebih dari satu orang.

Ternyata pelaku adalah teman dekat Jumat sendiri. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu dan Minggu. Ya! merekalah yang membunuh Jumat!

Ketika ditanya apa penyebabnya, dengan santai mereka menjawab: 'Karena kami CEMBURU!'.

Aku heran. 'Apa isi otak mereka ini? Apa yang harus dicemburui pada Jumat? Dia tidak kaya harta. Tapi hati, iya!' pikirku.

'Apa yang kalian cemburui dari Jumat? yang membuat kalian begitu benci padanya sehingga membunuhnya?' tanya penyidik kepada para tersangka.

'Awalnya kami bersahabat! Semuanya berjalan harmonis sampai di suatu titik dimana semua orang senang pada Jumat!' jawab Kamis memulai cerita.

'Maksudmu?' tanya penyidik bingung. 'Kalian tak usah berpura-pura bingung. Kalian pikir kami bodoh? buta?' jawab Rabu.

'Membaca status "Terimakasih Tuhan, ini Jumat" atau "Hore, sekarang Jumat" sementara kami tak pernah diperlakukan seperti itu?' lanjutnya.

'Apalagi aku. Padahal aku tidak tahu apa salahku, tapi semua orang membenci aku. Ya, KALIAN SEMUA!' Senin ikut-ikutan ketus.

Penyidik jadi semakin bingung. Sekarang dia yang dikeroyok oleh curahan hati teman-teman Jumat. 'Ada benarnya juga' pikirnya.

Aku pun bingung. Alasan mereka benar juga. Aku merasa tertampar, mengingat update-an statusku tadi pagi. Aku merasa turut andil membunuh Jumat.

Baiklah mulai sekarang aku tidak akan membeda-bedakan mereka lagi! Bukankah semuanya sama? TERGANTUNG CARA KITA MENGHADAPINYA SAJA!



disadur dari:

@fiksimini RT @drivojansen: Jumat dibunuh oleh Rekan-rekannya. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu dan Minggu. Alasannya klise, karena CEMBURU!

Senin, 28 Juni 2010

secercah PROLOG....

Hai teman-teman!

First of all, of course a big thanks to our God! hanya lewat penyertaan-Nya saja, blog ini akhirnya bisa terealisasi..

Next! daftarkan dirimu, & segera penuhi blog ini dengan cerpen-cerpen gokil-mu!!

Ditunggu gebrakannya!
;-)

-Jonathan M. (@Nathan_Arieezz)-
Penanggung Jawab