Protected by Copyscape Unique Content Check

Selasa, 29 Juni 2010

oleh: Drivo Jansen / @drivojansen


Baru memejamkan mata empat jam. Matahari, cepat sekali kau datang. Sebegitu rindunya kah kau padaku?

Ya, aku tahu. Lama kita tak bermain bersama!

Indah sekali pagi ini, bukan? Bersisakan rintik hujan semalam, matahari pun enggan keluar. Awan kelabu, angin dingin merasuk kalbu!

Tapi pemandangan yang lebih indah lagi adalah ketika orang masih lelap beralaskan kasur. Aku harus mengalahkan rasa malas sambil berangsur.

'Kantong mata, tolong jadi anak baik hari ini' kataku pada diri sendiri.

Dan seketika aroma kopi susu di meja seperti sedang berusaha memanggilku. 'Ayo cepat nikmati aku!' godanya.

Aku pun tergoda. Kuseruput kopi susu itu. Nikmat memang dia. Rasa pahitnya menyadarkanku, sementara rasa manisnya memberi semangat baru.

Kupasang alat pemutar musik. Kubiarkan Simphoni 18 gubahan Chopin menemaniku pagi ini. Alunan piano klasik mampu membawa rohku melayang.

'Ini baru surga dunia' pikirku. Hanya aku, aku, dan aku. Menyelami kesendirian, merenungi hidup, membiarkan ruang pikiran dipenuhi semesta!

Tapi ternyata nikmatnya pagi itu terusik oleh sesuatu.

Mataku terbelalak melihat tajuk berita koran pagi: 'Jumat Terbunuh Mengenaskan!'.

'Jumat ditemukan terbunuh pagi ini di kediamannya di Perumahan Kalender. Penyebab dan pelaku pembunuhan belum diketahui'. Aku tersentak kaget.

Kulihat gambar sesosok mayat di dalam koran ibukota itu. Darah dimana-mana. Jejak tusukan berkali-kali di sekitar dada. Berantakan dan mengerikan!

Kalau melihat dari gambar, sepertinya pelaku lebih dari satu orang. Terlihat jelas kalau Jumat seperti habis dikeroyok.

Sejuta pertanyaan tiba-tiba muncul!

Siapa yang tega melakukan ini? Apa motif dibalik pembunuhan ini? Bagaimana dia dibunuh?

Hari berganti hari. Ini sudah memasuki bulan kedua. Dan kasus pembunuhan Jumat masih tetap menjadi misteri. Titik terang belum juga tampak.

Aku cukup terpukul dengan kejadian ini. Ya, walaupun hubungan kami tidak intens. Tapi aku kenal sosok Jumat. Dia sangat menyenangkan.

Tiba-tiba muncul kabar singkat di TV. Kabar tentang kasus pembunuhan Jumat.

Pembunuh Jumat sudah ditangkap oleh pihak berwajib. Dugaanku tepat. Pelakunya lebih dari satu orang.

Ternyata pelaku adalah teman dekat Jumat sendiri. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu dan Minggu. Ya! merekalah yang membunuh Jumat!

Ketika ditanya apa penyebabnya, dengan santai mereka menjawab: 'Karena kami CEMBURU!'.

Aku heran. 'Apa isi otak mereka ini? Apa yang harus dicemburui pada Jumat? Dia tidak kaya harta. Tapi hati, iya!' pikirku.

'Apa yang kalian cemburui dari Jumat? yang membuat kalian begitu benci padanya sehingga membunuhnya?' tanya penyidik kepada para tersangka.

'Awalnya kami bersahabat! Semuanya berjalan harmonis sampai di suatu titik dimana semua orang senang pada Jumat!' jawab Kamis memulai cerita.

'Maksudmu?' tanya penyidik bingung. 'Kalian tak usah berpura-pura bingung. Kalian pikir kami bodoh? buta?' jawab Rabu.

'Membaca status "Terimakasih Tuhan, ini Jumat" atau "Hore, sekarang Jumat" sementara kami tak pernah diperlakukan seperti itu?' lanjutnya.

'Apalagi aku. Padahal aku tidak tahu apa salahku, tapi semua orang membenci aku. Ya, KALIAN SEMUA!' Senin ikut-ikutan ketus.

Penyidik jadi semakin bingung. Sekarang dia yang dikeroyok oleh curahan hati teman-teman Jumat. 'Ada benarnya juga' pikirnya.

Aku pun bingung. Alasan mereka benar juga. Aku merasa tertampar, mengingat update-an statusku tadi pagi. Aku merasa turut andil membunuh Jumat.

Baiklah mulai sekarang aku tidak akan membeda-bedakan mereka lagi! Bukankah semuanya sama? TERGANTUNG CARA KITA MENGHADAPINYA SAJA!



disadur dari:

@fiksimini RT @drivojansen: Jumat dibunuh oleh Rekan-rekannya. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Sabtu dan Minggu. Alasannya klise, karena CEMBURU!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar