Protected by Copyscape Unique Content Check

Senin, 05 Juli 2010

Surat Tua berwarna Pink (part 1)

oleh: Elna Sinaga

Senja temaram, matahari hampir tenggelam. Suasana begitu teduh & pasir terasa lembut di kaki Dodi. Dia memandang ke sekitar. Tak ada yang berubah. Pantai itu masih saja indah dan tak terjamah. Menawarkan kedamaian, sendu, dan hening. Sore itu Dodi memang memutuskan mengunjungi Pantai Krakal. Tanpa sadar, kenangan demi kenangan mengalir, menyeruak membawanya kembali 2 tahun ke belakang. Kepada Intan. Dodi rindu nama itu.

***

Acara kelulusan angkatan 2003 diadakan di Pantai Krakal. Dodi adalah ketua panitianya. Intan juga hadir di sana. Dodi sering diam diam mengamatinya dan selalu berharap menemukan momen yang tepat untuk mereka berdua bercengkerama.

"Dodi!"

"Ooh..!" Dodi tergagap. Dewi, sahabatnya yang juga teman dekat Intan, memanggil.

"Kamu melamun? Intan lagi?"
"iya Wi, sepertinya kami memang tidak jodoh."
"Bagaimana mau jodoh, mendekat saja kamu tidak pernah."
"Aku malu Wi..."

Dewi menghela nafas panjang sambil berkata, "Pantai Krakal adalah kesempatan terakhirmu.." Ia kemudian berlalu meninggalkan Dodi yang masih termangu.

***

Di malam yang panjang, segerombolan mahasiswa masih terjaga di tepi Pantai Krakal. Dodi masih terus mencuri pandang ke arah Intan. Didesak perasaan yang kuat dan sadar bahwa hanya ini kesempatannya, Dodi berjalan menghampiri.

"Intan, ngobrol yuk".

Mereka lalu berjalan beriringan ke arah pantai. Sementara itu, Dewi memandangi dari kejauhan. Setelah satu jam berlalu, mereka hanya duduk berdua di tepi pantai dan hanya satu kalimat yang mampu diucapkan Dodi.

"Kamu cantik pakai baju pink ini."

Intan hanya membisu.


Dan di pantai inilah Dodi sekarang. Masih terbayang senyum manis Intan. Mengapa dia diam? Mengapa dia berlalu begitu saja saat itu??

***

Di rumah Dodi, di sudut sebuah lemari tergeletak sebuah surat tua berwarna pink. Dewi membukanya sekali lagi dan membacanya, lalu ia tersenyum kecil.

"Dodi tidak boleh tahu surat ini." gumam Dewi.


-BERSAMBUNG-





Disadur dari:

fiksimini RT @ratihprsari: Surat tak penting itu masih tersimpan di sudut lemari. Sesekali ia tertawa saat membacanya. Tapi tetap saja suaminya tak boleh tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar