Protected by Copyscape Unique Content Check

Kamis, 09 September 2010

SATAN-2

Oleh : Keenan Timotius


PARIS, 01.30 PM

Gue berjalan keluar dari gedung museum, memandang sebentar ke puncak menaranya. Sinar matahari tak bisa menembus sisi-sisi samping bangunan yang berbentuk oval. Tempat ini lumayan sejuk buat mereka untuk ngelakuin eksperimen kecil-kecilan, pikir gue. Suhu yang stabil saat tengah hari serta area yang jarang dilalui pengunjung makin mendukung teori gue, terlebih lagi medan magnet di sekitar sini sangat kuat, sampai-sampai kompas andalan gue pusing dengan gaya tariknya.

Tanpa sengaja, mata gue menangkap sebuah bentuk aneh di lantai pualam dekat gerbang utama. Sebuah jejak mirip tangan seseorang yang berlumuran oli. Senyum gue makin mengembang saat mendapati noda darah kering di sebelah jejak itu. AHA! Ada yang sempat memberi perlawanan rupanya!

***

03.20 PM

Dokumentasi tertulis tentang observasi hari ini udah hampir kelar. Musée des Beaux-Arts de la ville de Paris ternyata benar adalah salah satu point-cross yang harus dilewati Anita dalam ritual pembalikan ilmu hitamnya. Ini sesuai dengan dugaan Om Ardi yang memang sempat membongkar file-file pribadinya sebelum bertolak ke Sevilla sebulan yang lalu. Nah sekarang, petunjuk berikutnya telah tersedia: noda darah yang udah dikonfirmasi laboratorium sebagai milik Om Ardi. Awalnya gue shock, karena fakta ini berarti mereka udah mencium gerak-gerik informan utama gue yang ngebuntutin mereka selama sebulan terakhir. Dan gue makin takut saat mencoba ngebayangin apa yang udah mereka lakuin ke Om Ardi.

Tadi sehabis dari laboratorium, gue mampir ke tempat Om Ardi nginap di Paris. Gue pikir gue masih bisa ngeliat dia disana, tapi begitu sampai, harapan itu langsung nguap. Kamarnya udah porak-poranda. Sialnya lagi, gue gagal mendapatkan petunjuk penting dari benda-benda yang berserakan. Di atas meja hanya ada buku sakunya, dan tulisan terakhirnya berbunyi kayak gini :

Timo, je ne peux pas....Beaux-Arts...mon bébé... º

Otak gue langsung runyam. Hilang arah. Belum abis efek shock tadi, sekarang teka-teki baru muncul lagi. Sepertinya ada banyak lapisan rahasia yang jauh lebih dalam daripada dugaan gue, terbentang di antara Om Ardi dan Anita. Seperti ada lava aib dan amarah yang udah lama teronggok beku dalam memori kedua belah pihak, dan baru meledak sekarang.

***

05.29 PM

Setelah ngabisin kira-kira 40 menit buat mikir, akhirnya gue mulai bisa menganalisis tulisan di buku saku itu sambil merekaulang potongan-potongan peristiwa ajaib dari beberapa waktu ke belakang hingga sekarang.

Analisa pertama gue adalah: kenapa Om Ardi menulis kalimat itu dalam bahasa Prancis, bukan bahasa Indonesia? Bisa jadi Om Ardi sengaja, biar kalimat-kalimat itu jadi privat, antara dia dan gue aja. Dia takut kalau orang suruhan Anita sampai lebih dulu di penginapan Om Ardi di Paris.

Analisa kedua gue: mon bébé = bayi saya.. Sejak kapan Om Ardi punya anak? Setahu gue dia belum pernah nikah. Trus kalo beneran dia punya anak, mamanya siapa? Apa hubungannya ama Anita dan gerombolannya??

Analisa terakhir: bisa jadi isi kantong plastik hitam jumbo yang gue lihat di hotel tempat Anita nginap itu adalah tubuhnya Om Ardi. Kalo itu benar, trus yang ngasih info tentang penerbangan ke Paris, museum, dan alamat Om Ardi kemarin malam siapa yaa?? Lalu, kalau Om Ardi memang sudah terbunuh 2 hari yang lalu di Roma, lantas kenapa jejak darah dan tangannya masih ada di Paris dalam kondisi yang masih baru?? Jangan-jangan........INI SEMUA HANYA JEBAKAN PIKIRAN!

Seketika keringat dingin menyapa kening gue. Tapi rencana harus tetap berjalan. Point-cross berikutnya ada di Sevilla, Spanyol. Di sanalah sang benih itu akan dikorbankan untuk menuhin syarat kelayakan masuk ke fase ritual pamungkas. Gue harus bergegas mencari tahu jalur mana yang akan diambil Anita dan gerombolannya untuk nyeberang dari Prancis ke Spanyol. Untungnya, sebagai penulis memoar hidup Anita, gue punya akses khusus untuk memantau aktivitas pribadinya sehari-hari. Dan kali ini, berdasarkan catatan harian gue tentang kebiasaan hariannya, kayaknya gue bisa menebak kemana dia akan pergi, walau masih mengandalkan intuisi belaka.

***

BANDUNG, sebulan yang lalu

“Om serius mau berangkat hari ini? Gak nungguin aku dulu?”

Gak bisa, Timo. Terlalu banyak waktu terbuang itu tidak baik. Lagian, majikan kita sudah berangkat ke Sevilla subuh tadi. Kamu ingat kan, berdasarkan fakta yang kita punya, bahwa di Sevilla adalah awal dan akhir ritual itu. Jadi aku yakin benar, dia akan segera memulai proses ritualnya sesampainya di sana.

“Termasuk ritual seksual itu?”

“Iya. Sebelum benih dan tumbal itu lenyap, dia tidak akan bisa memperoleh bagian di dinasti keluarga Hermawan. Itu pasti.”

Gue terdiam sebentar. “Lalu, apa yang harus aku lakukan?”

Om Ardi menatap gue tajam. Keriput di wajahnya mendadak tertarik ke dalam sambil telapak tangannya yang besar menepuk bahu gue. Wajah tegas ala militer khas masa mudanya kembali muncul. “Kamu penulis memoarnya. Jadilah berani dan tuliskan kebenaran. Jika aku gagal membunuh hatinya, kamu harus selamatkan benih itu. Dia akan jadi saksi hidup tulisanmu tentang si sosialita, Anita Judith Hermawati.”

***

MARSEILLE, 08.26 PM

Anita gak akan nyebrang ke Spanyol via jalan darat. Ia pasti milih kapal laut yang sesuai dengan hobinya berpesiar. Dan karena kota ini adalah kota pelabuhan paling gede di Prancis, mereka punya banyak pilihan rute dan jenis kapal tanpa terburu-buru. Selain itu risiko dicurigai jelas lebih sedikit.

Begitu sampai di pelabuhan, gue langsung mengamati sekeliling, mencoba menebak kira-kira kapal kayak apa yang bakal mereka pake. Gue rasa, Anita tetap memanfaatkan status sosialitanya demi kelancaran koneksi, dan itu adalah jejak yang gampang untuk diendus.

Bonsoir monsieur.. ça fait combien, ce ticket?” ¹

Il fait 9,30 €.” ²

C’est trop cher pour moi. Vous pouvez faire une petite réduction?” ³

9 €. Pas moins *

8,30 €. Allez!” ^

8,30 €, mais c’est mon dernier prix!” *^

D’accord..” **^

Setelah berdebat dengan si calo tiket, akhirnya gue bisa dapat tempat duduk eksklusif di dek kapal ini. Kerjaan selanjutnya tinggal berdoa agar tebakan gue benar. Namun saat gue merem, bayangan ketakutan gue atas perlakuan gerombolan Anita terhadap Om Ardi hadir lagi. Tiba-tiba pikiran gue kembali penuh dengan rasa geram. Tenang Timo, saatnya belum tiba..

Gak lama berselang, terlihat 4 orang cowok tinggi dan relatif kekar berjalan cepat dari arah timur sambil mengapit seorang cewek di tengah, menuju kapal yang gue tumpangi. Begitu siluet mereka terpapar cahaya lampu jalan, gue langsung berjingkrak senang dalam hati. ITU ANITA!!


-bersambung-

ºTimo, aku tidak sanggup..Seni Rupa..bayiku..

¹Selamat malam, tuan. Berapa harganya, tiket ini?

²harganya 9,30 euro

³itu terlalu mahal buat saya. Anda bisa kasih diskon kecil gak?

*9 euro. Gak kurang lagi.

^8,30 euro. Ayo!

*^8,30 euro, tapi itu adalah harga terakhir dari saya!

**^setuju.


Disadur dari:

fiksimini RT @salmanaristo : “Benih?” “Bunuh!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar